22 April 2025 - 17:26
Teheran dan Qom Jadi Tuan Rumah bagi 46 Cendekiawan dari 21 Negara untuk Definisikan Ulang HAM

Menjelang penyelenggaraan Konferensi Internasional pertama tentang Hak Asasi Manusia dengan Pendekatan Timur di Teheran, Hujjatul Islam wal Muslimin Mohammad Mehdi Imani-Pour, Kepala Organisasi Kebudayaan dan Hubungan Islam, menegaskan kegagalan wacana Barat mengenai HAM dan mengumumkan upaya untuk membentuk suatu tatanan baru yang berkeadilan dalam bidang HAM.

Kantor Berita Internasional Ahlulbait – ABNA – Hujjatul Islam wal Muslimin Mohammad Mehdi Imani-Pour, Kepala Organisasi Kebudayaan dan Hubungan Islam, dalam konferensi pers Konferensi Internasional pertama tentang HAM dengan pendekatan Timur yang diadakan pada Selasa pagi (22/4)  di Teheran, menyampaikan bahwa HAM adalah salah satu isu sentral dalam masyarakat manusia, namun sayangnya, kita menyaksikan penyalahgunaan terhadap konsep ini.

Ia membuka pidatonya dengan menyampaikan belasungkawa atas wafatnya Paus Fransiskus, pemimpin Katolik dunia, dan mengatakan: “Kami telah melakukan dialog antaragama selama hampir 30 tahun dan sekitar 25 tahun menjalin interaksi dengan Gereja Katolik. Pada masa kepemimpinan Paus Fransiskus, terjadi dialog-dialog konstruktif, dan sehari sebelum wafat, beliau mengambil sikap baik terhadap kejahatan yang terjadi di Gaza. Paus Fransiskus adalah pemimpin yang layak bagi Gereja Katolik. Kami menyampaikan belasungkawa kepada para pengikut Gereja Katolik dan seluruh umat Kristiani atas kepergian beliau.”

Tentang Tujuan Konferensi

Hujjatul Islam Imani-Pour menjelaskan bahwa konferensi ini bertujuan untuk meninjau kembali isu-isu HAM karena persoalan yang ada dalam bidang ini lebih banyak bermuatan politik daripada bersifat ilmiah. Tindakan-tindakan politis negara-negara bermusuhan telah mendorong HAM ke pinggiran perdebatan global.

Ia mengkritik pendekatan tatanan global saat ini terhadap HAM dan menyatakan: “Saat ini HAM didasarkan pada ajaran-ajaran yang berpijak pada liberal-demokrasi, kepentingan pragmatis, dan individualisme. Kami meyakini bahwa dialog budaya dalam bidang ini dapat sangat konstruktif dan mampu menjawab keraguan-keraguan yang ada.”

Kritik terhadap Sistem HAM Global

Kepala Organisasi Kebudayaan dan Hubungan Islam ini menegaskan: “Kami memandang HAM dengan pendekatan berbasis masalah. Apa yang kita saksikan di ranah global hari ini merupakan kegagalan besar HAM bagi umat manusia. Kejahatan yang terjadi di Gaza dan diamnya lembaga-lembaga HAM semakin mendorong kita untuk meninjau kembali sistem HAM yang ada.”

Ia menekankan bahwa Republik Islam Iran sejak dulu memiliki banyak hal untuk disampaikan dalam bidang HAM dan hingga kini telah melakukan studi yang luas. Iran mengulurkan tangan kerja sama kepada lembaga-lembaga ilmiah di negara lain untuk turut berpartisipasi dalam membentuk tatanan baru HAM yang adil.

Makna "Timur" dalam Pendekatan Ini

Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Timur” dalam konferensi ini bukan semata wilayah geografis, tetapi juga Timur secara pemikiran dan budaya—yakni pandangan yang berlandaskan pada keadilan, kemanusiaan, dan nilai-nilai luhur yang bisa ditemukan di berbagai penjuru dunia. “Kami ingin membentuk koalisi global demi menciptakan tatanan baru HAM.”

Dukungan Ilmiah dan Partisipasi Internasional

Hujjatul Islam Imani-Pour mengapresiasi kerja sama Universitas Baqir al-Ulum (as) dalam konferensi ini dan menyebutkan bahwa para pakar dari berbagai negara telah diundang untuk hadir. Sebanyak 17 pra-konferensi telah dirancang dan diselenggarakan, serta makalah-makalah ilmiah telah disiapkan. “Kami berharap seluruh pidato dalam konferensi ini menjadi kontribusi ilmiah yang bernilai dan berkelanjutan.”

HAM sebagai Alat Propaganda Anti-Iran

Ia mengungkapkan bahwa salah satu poros propaganda anti-Iran adalah isu HAM. Barat menggunakan HAM sebagai alat untuk menekan Iran, padahal Piagam HAM sejatinya berakar pada peradaban Iran, dan lempengan hukum tertua dalam sejarah manusia berasal dari Iran. Namun Iran secara tidak adil dituduh sebagai pelanggar HAM, sedangkan pihak yang sebenarnya melanggar malah tampil sebagai penuntut.

Tujuan Utama Konferensi: Mengkritik dan Memberikan Alternatif

Kepala Organisasi ini menambahkan bahwa salah satu tujuan utama konferensi ini adalah mengkritisi kondisi HAM saat ini dan menyajikan situasi yang diharapkan serta alternatifnya. “Kami percaya bahwa negara-negara merdeka di dunia dapat mencapai model baru dalam bidang HAM. Konferensi ini juga akan menyajikan solusi untuk mewujudkan tujuan tersebut.”

Program Tambahan dan Masa Depan Konferensi

Ia juga menyebutkan program-program tambahan konferensi, seperti penerbitan jurnal ilmiah khusus, pembentukan jaringan cendekiawan untuk perencanaan masa depan, dan keberlanjutan pertemuan di negara-negara lain. “Konferensi ini bukan akhir, melainkan awal; awal kerja sama negara-negara merdeka dan berpikiran bebas untuk merancang sistem HAM baru.”

Partisipasi Tokoh Internasional

Ia menyebutkan bahwa hingga kini, 46 orang telah menyatakan kesediaan hadir, termasuk anggota parlemen, pengacara terkemuka, pejabat politik, dan aktivis HAM. Di antara peserta, ada mantan Menteri Urusan Perempuan Irak yang kini menjadi penasihat perdana menteri, serta Dr. Syamsuddin, tokoh hukum terkemuka dari Indonesia. Juga akan hadir tokoh-tokoh hukum terkenal dari Afrika dan Asia.

Penutup dan Harapan

Ia menutup pernyataannya dengan harapan bahwa konferensi ini akan menghasilkan piagam komprehensif dalam bidang HAM dan dalam waktu dekat, kita akan menyaksikan terbentuknya koalisi dan sistem baru di bidang ini. “Ketidakefektifan model Barat tentang HAM kini telah tampak nyata, dan diamnya lembaga-lembaga pengklaim HAM juga membenarkan kenyataan ini.”

Catatan Penting: Upacara pembukaan konferensi internasional ini akan diselenggarakan pada 8 Ordibehesht di Teheran, dan penutupan pada 12 Ordibehesht di Universitas Baqir al-Ulum Qom.

Your Comment

You are replying to: .
captcha